Radio Dakwah

Radio yang berperan dalam dakwah.

Asal-Usul Jathilan

Sejarah Jathilan di Indonesia

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 30 September 2013

Berita Baru Warga Gunungkidul Diminta Rekam Ulang E-KTP...!!!!


TribunJogja.com, Gunungkidul- Persoalan program kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kabupaten Gunungkidul kembali muncul setelah sebelumnya perekaman data terkendala peralatan. Sebanyak 4.507 dari total 517.000 lembar e-KTP warga Gunungkidul urung dicetak karena datanya tidak bisa dibaca oleh server milik Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Warga diminta untuk melakukan perekaman ulang untuk mendapatkan e-KTP. E-KTP yang tidak bisa dicetak ini tersebar merata di 18 kecamatan di Gunungkidul. Wilayah yang e-KTPnya paling banyak tidak bisa dicetak berada di Kecamatan Gedangsari dengan total 1430 lembar. Kemudian disusul kecamatan Semin sebanyak 657 lembar, kecamatan Semanu 589 lembar dan Kecamatan Panggang sebanyak 305 lembar. 

Kepala Bidang Kependudukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil(Disdukcapil) Gunungkidul, Winarno mengungkapkan kegagalan cetak e-KTP kemungkinan besar disebabkan data yang sudah direkam tidak bisa dibaca. Hal tersebut bisa disebabkan oleh pada saat perekaman, alatnya tidak bisa berfungsi secara maksimal sehingga data warga tidak masuk ke servet pusat. "Mungkin saat perekaman alatnya eror. Kalau penyebab pastinya yang tahu pusat(Kemendagri),"katanya, akhir pekan lalu. Warga yang e KTP nya tidak bisa dicetak ini diharuskan melakukan perekaman ulang. Untuk itulah Disdukcapil akan melakukan pelayanan perekaman ulang menggunakan kendaraan khusus ke masing-masing desa. Sebelum pelaksanaa perekaman, warga akan diberi surat undangan terlebih dahulu."Warga yang e KTPnya tidak bisa dicetak ini tidak harus datang ke kantor kecamatan. Nanti akan dilayani dengan menggunakan kendaraan khusus perekaman ke desanya masing-masing,"jelasnya. Winarno menuturkan, perekaman ulang ini akan segera dilaksanakan supaya datanya bisa langsung masuk ke server pemerintah pusat. Dengan begitu, e KTP warga yang sebelumnya tidak bisa dicetak segera ditindaklanjuti dan langsung dicetak. Harapannya, setelah selesai dicetak langsung didistribusikan ke masing-masing desa.
Sumber:
jogja.tribunnews.com/2013/09/30/warga-gunungkidul-diminta-rekam-ulang-e-ktp

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah



Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya, sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai produk kolonial sekaligus produk orang kafir. Sementara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di mata masyarakat umum. Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa, kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India. Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial. Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut. Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.

Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar. Sementara itu perluasan aktivitas ekonomi menimbulkan persaingan yang semakin besar sehingga para pengusaha industri pribumi harus bersaing dengan produk impor yang lebih berkualitas dan lebih murah di pasar lokal, sedangkan para peclagang pribumi juga harus bersaing ketat dengan pedagang asing yang terus mendominasi perdagangan lokal, regional, maupun internasional. Dalam perkembangan selanjutnya persaingan ini di beberapa tempat tidak lagi hanya terbatas pada masalah ekonomi, melainkan juga telah berkembang menjadi persoalan sosial, kultural, ataupun politik. Walaupun dalam bidang politik terjadi pergeseran dari kekuasan administratif yang tersentralisasi ke arah desentralisasi pada tingka t lokal, kontrol yang ketat pejabat Belanda terhadap pejabat pribumi masih tetap berlangsung. Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi, kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pribumi secara keseluruhan. Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri. Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam. Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan "organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan dengan ide-ide baru tersebut.

Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan. Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial, ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam masyarakat Muslim itu sendiri. Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber ajaran hanya diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten. Di tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh-tokoh seperti: Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung Muhammad bin Abdul Wahab. Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat. Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam. Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir, yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar dan kuat. Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja. Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan. Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum muda" atau antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan". Sementara itu, krisis yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX, seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental. Akibatnya, pemerintah kolonial cenderung melihat Islam sebagai ancaman langsung dari eksistensi kekuasaan kolonial ini. Setiap aktivitas yang berhubungan dengan Islam selalu dicurigai dan dianggap sebagai langkah untuk melawan penguasa. Oleh sebab itu, berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh C. Snouck Hurgronje pada akhir abad XIX pemerintah kolonial secara tegas memisahkan Islam dari politik, akan tetapi Islam sebagai ajaran agama dan kegiatan sosial dibiarkan berkembang walaupun tetap berada dalam pengawasan yang ketat. Kecurigaan pemerintah kolonial yang berlebihan terhadap Islam ini membatasi kreativitas umat, baik dalam pengertian ajaran, pemikiran, maupun penyesuaian diri dengan dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat secara umum. Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu.  Pemerintah kolonial juga berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana yang besar dari pemerintah. Ahmad Dahlan dan Pembentukan Muhammmadiyah di tengah-tengah kondisi tidak menentu seperti yang digambarkan di atas, Ahmad Dahlan muncul sebagai salah seorang yang perduli terhadap kondisi yang sedang dihadapi masyarakat pribumi secara umum maupun masyarakat Muslim secara khusus. Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pacla tahun 1868 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya K.H. Abu Bakar adalah imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Menurut salah satu silsilah, keluarga Muhammad Darwis dapat dihubungkan dengan Maulana Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam yang dikenal di Pulau Jawa. Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai 5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam, sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran. Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang sebaya. Ia juga mempunyai keahlian membuat barang-barang kerajinan dan mainan.  Seperti anak laki-laki yang lain, Muhammad Darwis juga sangat senang bermain layang-layang dan gasing. Seiring dengan perkembangan usia yang semakin bertambah, Muhammad Dalwis yang sudah tumbuh remaja mulai belajar ilmu agama Islam tingkat lanjut, tidak hanya sekedar membaca Quran. Ia belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu agama lslam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan KH. Muhammad Nur. Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang.  Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889. Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan, telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf. Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitah-kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama maupun dari guru-guru yang lain. Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa' id Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.

Berdasarkan koleksi buku-buku yang ditinggalkan oleh Ahmad Dahlan, sebagian besar adalah buku yang dipengaruhi ide-ide pembaharuan. Di antara buku-buku yang sering dibaca Ahmad Dahlan antara lain: Kosalatul Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma karangan Muhammad Abduh, Kanz AL-Ulum, Dairah Al Ma'arif karangan Farid Wajdi, Fi Al -Bid'ah karangan Ibn Taimiyah, Al Tawassul wa-al-Wasilah karangan Ibn Taimiyah, Al-Islam wa-l-Nashraniyah karangan Muhammad Abduh, Izhar al-Haq karangan Rahmah al Hindi, Tafsshil al-Nasyatain Tashil al Sa'adatain, Matan al-Hikmah karangan Atha Allah, dan Al-Qashaid al-Aththasiyvah karangan Abd al Aththas. Pengalaman Ahmad Dahlan mengajar agama Islam di dalam masyarakat dimulai setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji pertama. Ahmad Dahlan mulai dengan membantu ayahnya mengajar para murid yang masih kanak-kanak dan remaja. Dia mengajar pada siang hari sesudah dzuhur, dan malam hari, antara maghrib sampai isya. Sementara itu, sesudah ashar Ahmad Dahlan mengikuti ayahnya yang mengajar agama Islam kepada orang-orang tua. Apabila ayahnya berhalangan, Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya memberikan pelajaran sehingga akhirnya ia mendapat sebutan kyai, sebagai pengakuan terhadap kemampuan dan pengalamannya yang luas dalam memberikan pelajaran agama Islam. Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam  dunia Islam, serta pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar ketika ia sedang melakukan piket.

Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di surau milik keluarganya di Kauman. Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.
Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid. Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa Tengah.  Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak- anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong praja yang berlangsung setiap malam Jum`at.
Pembentukan ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosial- keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta, Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus, Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama, pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau bukan. Dalam pertemuan-pertemuan itu mereka berbicara tentang masalah agama Islam maupun masalah umum yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang secara langsung berhubungan dengan kemunculan, kestatisan, atau keterbelakangan penduduk Muslim pribumi di tengah- tengah masyarakat kolonial. Dalam konteks pergerakan sosial keagamaan, budaya, dan kebangsaan, hal ini dapat diungkapkan dengan adanya interaksi personal maupun formal antara Ahmad Dahlan dengan organisasi seperti : Budi Utomo, Sarikat Islam, dan Jamiat Khair, maupun hubungan formal antara organisasi yang ia cirikan kemudian, terutama dengan Budi Utomo. Secara personal Ahmad Dahlan mengenal organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan atau diskusi dengan Joyosumarto, seorang anggota Budi Utomo di Yogyakarta yang mempunyai hubungan dekat dengan dr. Wahidin Sudirohusodo, salah seorang pimpinan Budi Utomo yang tinggal di Ketandan Yogyakarta. Melalui Joyosumarto ini kemudian Ahmad Dahlan berkenalan dengan dr. Wahidin Sudirohusodo secara pribadi dan sering menghadiri rapat anggota maupun pengurus yang diselenggarakan oleh Budi Utomo di Yogyakarta walaupun secara resmi ia belum menjadi anggota organisasi ini. Setelah banyak mendengar tentang aktivitas dan tujuan organisasi Budi Utomo melalui pembicaraan pribadi dan kehadirannya dalam pertemuan -pertemuan resmi, Ahmad Dahlan kemudian secara resmi menjadi anggota Budi Utomo pada tahun 1909. Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa, melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910 Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern. Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satu organisasi. Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam. Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju dan memberikan izin.  Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore. Dalarn mengajarkan pengetahuan agama Islam secara umum maupun membaca Quran, Ahmad Dahlan menerapkan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa sehingga mampu menarik perhatian para siswa untuk menekuninya. Tentu saja sebagian siswa merasa bahwa waktu pelajaran agama Is1am pada hari Sabtu sore itu belum cukup. Oleh sebab itu, beberapa orang siswa, termasuk mereka yang belum beragama Islam sering datang ke rumah Ahmad Dahlan di Kauman pada hari Ahad untuk bertanya maupun melakukan diskusi lebih lanjut tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan agama Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, pengalaman berorganisasi di Budi Utomo dan Jamiat Khair memberikan pelajaran kepada siswa Kweekschool dan didukung oleh perkembangan pendapat masyarakat umum pada waktu itu yang mulai menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu sarana yang penting bagi kemajuan penduduk pribumi. Oleh karena itu, Ahmad Dahlan secara pribadi mulai merintis pembentukan sebuah sekolah yang memadukan pengajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum. Dalam berbagai kesempatan Ahmad Dahlan menyampaikan ide pendirian sekolah yang mengacu pada metode pengajaran seperti yang berlaku pada sekolah milik pemerintah kepada berbagai pihak, termasuk kepada para santri yang belajar di Kauman maupun penduduk Kauman secara umum. Sebagian besar dari mereka bersikap acuh tak acuh, bahkan ada yang secara tegas menolak ide pendidikan sistem sekolah tersebut karena dianggap bertentangan dengan tradisi dalam agama Islam. Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri. Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.

Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang. Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal. R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke rumahnya pada setiap hari Ahad. Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil, seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke tempat yang lebih luas di serambi rumahnya. Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis. Salah seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis. Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi. Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis.

Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah. Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum. Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam.

Sumber:
www.muhammadiyah.or.id/id/4-content-179-det-sejarah-berdiri.html

Lirik Mars Tapak Suci


Baju serta claana merah tampaknya gagah
Tapak Suci Putera Muhammadiyah
Dengan Iman serta Akhlak
Tapak Suci menjadi kuat

Mengabdi kepada Allah Bangsa dan Negara
Membela keadilan merata
Cinta damai dan kasih sayang
Utama-kan persaudaraan

Reff :
Bina olahraga sebagai sarana
Temu krida antar pemuda
Walaupun berbeda namun satu jua
Dibawah panji Islam mulia 



Bina olahraga sebagai sarana
Temu krida antar pemuda
Walaupun berbeda namun satu jua
Dibawah panji Islam mulia 


Setia serta patuh menjalankan ibadah
Tapak Suci  Putera Muhammadiyah
Dengan ikhlas serta percaya 
Kepada diri sendiri

Bersama tapak suci kubawa dan amalkan
Islam agama allah nan suci
Dengan iman nyinar di dada
Kusebarkan islam didunia

Reff 2 :
Siapkan fisikmu siapkan mentalmu
Bukalah dalam rohanimu
Panjatkan doamu Allah ya Tuhanku
Berikan kekuatan padaku



Siapkan fisikmu siapkan mentalmu
Bukalah dalam rohanimu
Panjatkan doamu Allah ya Tuhanku
Berikan kekuatan padaku



Cipt . A. Mukhlas, MA
D = 1 4/4 Bersemangat

Lirik Kumpulan Lagu Hizbul Wathan

Mars Wathoni
Pemuda Muhammadiyah anak Hizbul Wathan
Pandu berazas Islam Qur’an Hadits untuk Wathan
Marilah temanku saudaraku bangsaku
Bersatu menjunjung agamamu yang satu
Rapatlah temanku bekerja yang sungguh dalam Hizbul Wathan

Pemuda Hizbul Wathan takut kepada Tuhan
Bekerja yang sabar ikhlas hati serta tahan
Harus kita yang kuat berjalanku yang cepat
Kita harap sangat bersatu yang rapat
Agar lekas dapat tujuan yang tepat dalam Hizbul Wathan


Mars Bangkit HW
Bangkitlah serentak panduku dalam derap Hizbul Wathan
Kibarkan kembali panjimu smangatmu tak pernah padam
Kita songsong masa depan kita siap sedia
Beramar ma’ruf nahi munkar itu amalan kita

Marilah kita laksanakan janji pandu dengan setia
Siap membina kader bangsa yang berbudi dan perwira
Hizbul Wathanku ayo maju darma bakti menantimu
Demi Negriku yang kucinta aku wajib berjasa


Mars Kebangkitan HW
Hizbul Wathan Muhammadiyah Marilah kita hidup bangkit kembali
Dimana mana tempat kita berada Disluruh plosok penjuru Nusantara
Hidup Pandu Pandu HW kita
Bangkit kader kader nan perwira
Siap rapatkan barisan dakwah Islam cita cita bersama
Hidup Pandu Pandu HW kita Bangkit kader kader nan perwira
Siap berlomba didalam kebajikan Bagi kesjahtraan Bangsa


Mars Pandu Harapan
Kami Pandu Hizbul Wathan Pandu Muhammadiyah
Qur'an Hadisi pedomannya Setya janji dan Undang - Undangnya
Pandu bermoral Agama Tahan menghadapi tantangan
Gagah perwira dalam gemblengan Pandu harapan bersama


Berjabat Tangan
Dimana mana kita salingjumpa
Dimana mana berjabat tangan
Dimana mana saling jabat tangan
Hilanglah sgala buruk sangka
Wahai saudara saudara semua
Kita ini semua bersaudara
Selamatlah kita semuanya
Selamatlah semua


Selamat Datang
Slamat datang pandu- pandu semua
Slamatjumpa diperkemahan kita
Dengan semangat dalam kebajikan
Siap berlatih dan belajar segala
Berlatih yo berlatih
Ayo kita belajar segala
Gembira bergembira
Kita bergembira ria

Kepadang Lomba
Kepadang lomba berlomba berlomba giat kepadang lomba kerjasama
Anak yang lambat terlambat menghambat
Ayo kita bantu sampai tujuan tujuannya
Hai Hizbul Wathan mari berjalan bersama menuju padang lomba kita

Huzale
Husale husale ya datang datange
Husale husale ya girang girange
Pandu slalu gembira senyum waktu bekerja
Menolong sesama itulah semboan kita
Aku jadi Pandu HW

Dimana Kamu
Dimana dimana dimana kamu
Disini disini disini aku
Salam salam salam salam salam
Disinilah disini kita bertemu lagi
Disinilah disini bertemu lagi
Salam salam saiam salam salam
Mana dimana adik adik saya Adik adik saya di perkemahan HW
Caca Marica HW Caca Marica HW Caca Marica di perkemahan HW

Tari Tongkat
Tari tongkat berpukul pukuian Yang di pukul berganti gantian yan
Kekiri kanan kiri kiri kanan Sambil bergandengan tangan

My Boni
My Bony is over the ocean
My Bony is over the sea 2x
Bring back oo bring back Oo bring back my bony to me 2x

Bukalah Pintu Hatiku
Bukalah pintu hatiku bukalah pintu hatiku
Oh Tuhan Yang Maha Kuasa Bukalah pintu hatiku
Apa guna keluh kesah Apa guna keiuh kesah
Pandu HW tak pernah susah Apa guna keluh kesah.

Selamat Berpisah
Telah tiba saat berpisah pisah hanya dilahirnya
Dihati kita tetaplah satu karena janji pandu satu
Dalam hati kita tetap ingat akan janji panduku
Pun tak kan lupaku bersyukur Padamu Tuhanku yang luhur

Lirik Mars Pemuda Muhammadiyah

Kita Pemuda Muhammadiyah
Qur’an dan Sunnah dasar hidup kita
membangun dengan ilmu dan akhlaq
dalam jihad fisabilillah

Teguhkan sikap hidup kita, 
Amar ma’ruf nahi mungkar
Rela berkorban jiwa raga 
Wujudkan masyarakat utama

Slalu siap sedia, selalu bergembira 
Masa depan hidup kita 
Berlomba-lomba dalam kebaikan
Indonesia kita jaya

Lirik Mars Naisyatul 'Aisyiah


Nasyiah yang bersimbul padi
Terdidik tiap hari
Kemuliaan Islam dicari
Bekerja digemari
Nasyiah yang bersimbul padi
Simbul kumpulan putri
Hidup berdiri
Rahmat Tuhanku memberi
Bersatu di dalam nasyiah
Dari putri ‘Aisyiyah
Simbulnya padi berbahagia
Umat s’luruh dunia

Kita pemudi kaum putri
Nasyiah yang sejati
Ringan kerja dengan berarti
Kar’na Tuhan ‘Izzati
Kita pemudi kaum putri
Menuju maksud suci
Tak saying mati
Islamlah akan berseri
Bersatu di dalam nasyiah
Dari putri ‘Aisyiyah
Simbulnya padi berbahagia
Umat s’luruh dunia

Nasyiah putri yang belia
Harapan ‘Aisyiyah
Untuk m’lanjutkan usahanya
Jangan tersia-sia
Nasyiah putri yang belia
Dari Muhammadiyah
Suka berdaya
T’rutama di Indonesia
Bersatu di dalam nasyiah
Dari putri ‘Aisyiyah
Simbulnya padi berbahagia
Umat s’luruh dunia

Lirik Mars Aisyiah

Wahai warga 'Aisyiyah sejati
Sadarlah Akan Kewajiban Suci
Membina Harkat Kaum Wanita
Menjadi Tiang Utama Negara
Ditelapak Kakimu Terbentang Surga
Ditanganmu-Lah Nasib Bangsa
Mari Beramal Dan Berdarma Bakti
Membangun Negara
Mencipta Masyarakat Islam Sejati
Penuh Karunia
Berkibarlah panji matahari
Menghias langit ibu pertiwi
Itu lambang perjuangan kita
Dalam menyebarluaskan agama
Islam pedoman hidup wahyu illahi
Dasar kebahagiaan sejati

Lirik Mars IMM


Ayolah Ayo-ayo....
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah Ummat Telah Menuntut Bukti

Ingatlah Ingat-Ingat....
Niat tlah di ikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris Tampuk Pimpinan ummat nanti

Reff:
Immawan dan Immawati
Siswa teladan Putra harapan
Penyambung Hidup generasi

Ummat Islam seribu zaman
Pendukung cita-cita luhur
Negri indah adil dan makmur

Lagu : Mursjid
Syair : 
M. Diponegoro

Lirik Mari Mengaji dan Demi Pena


Bocah-bocah kecil berjalan
Kitab suci didadanya
Dengan senyum yang tulus
Oo bocah kecil..
Kini mereka gembira
dan menyanyi riang-riang
Memuji pada-Nya dengan hati yang damai
Mari kita mengaji
Tuntut ilmu islami mengapai cita-cita
Untuk bekal nanti
Mari kita mengaji
Tuntut ilmu islami agar kita bahagia
selamat selamanya

******************************************************

Demi pena dan sgala yang dituliskan
Qur’an surat Al-Qalam ayat 1
Itulah semboyan kita semua
Dalam jihad tegakkan kalimatnya
IPM aku suka kamu
IPM aku senang kamu
IPM aku sayang kamu
Pokoknya ku cinta padamu

Lirik Senandung Perjuangan


Bangunlah hai kamu para kader semua
Dari lelap mu tentang mimpi-mimpi
Lihatlah sang fajar telah menyingsing

Singsingkan lengan satukan langkah
Teguhkan jihad fisabilillah
Bersama kita tegakkan keadilan, kebenaran

Tuhan....
Beri petunjuk-Mu
Jalan kemenangan Ummat Islam

Berilah kami kekuatan
Amalkan Al Qur’an dalam kehidupan

Lirik Lagu Mars IPM


Bersatu berpadu menjalin ukhuwah
Didalam ikatan pelajar muhammadiyah
Terampil berilmu berakhalak mulia
Pelopor dan pelangsung penyempuna amanah
Berjuang dengan sekuat tenaga
Tegakkan islam yang utama
Menjadi kader yang siap sedia
untuk umat dan bangsa
Berdiri tegaklah tampillah dimuka
ikrarkan bersama IPM berjaya

IPM Pasti Jaya.!!!


Kami ini pelajar Muhammadiyah
kami selalu dukung Muhammadiyah
dimanapun dia berada, disitu kami selalu ada

Kami ini IPM
Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Terampil, berilmu, berakhlak mulia
berjuang di jalan Allah semata

IPM...., IPM...., IPM..., Pasti Jaya
IPM...., IPM...., IPM..., Pasti Jaya
Dengan tinta dengan pena
kita slalu berkarya
untuk umat, untuk bangsa dan untuk 
Muhammadiyah .......

Lagu ini dinyanyikan dengan nada Iwak Peye...

Lirik dibuat oleh 
Ipmawan dan wati PR  IPM SMA Muhammadiyah 18 Jakarta